PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI PADA ANAK DALAM KONTEKS KEBERAGAMAN

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya akan keragaman, dari mulai suku, budaya, bahasa hingga agama. Keragaman yang dimiliki oleh Negara Indonesia kemudian dibungkus dalam konsep Bhineka Tunggal Ika yakni berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Konsep ini telah menyatuka beragam perbedaan di Negara Indonesia, meskipun pada faktanya seiring dengan sejarah kemerdekaan Indonesia masih saja sering terjadi konflik yang berbasis pada SARA.
Anak-anak Indonesia sejak kecil di sekolah sudah diajarkan tentang konsep keragaman tentang Indonesia, dimulai dari pelajaran tentang kewarganegaraan hingga karnaval Agustusan. Tetapi pada kenyataannya dua tahun ini Indonesia tengah diuji dengan berbagai konflik yang salah satunya dan berdampak paling luas adalah isu tentang agama. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya ujaran kebencian (hoaks) yang beredar di berbagai media social. Lalu bagaimana dengan anak-anak? Anak-anak belajar dari lingkungannya, mereka akan menyerap dan meniru apa yang ada di lingkungannya.
Pada tanggal bulan November – Desember 2017, bidang gender dan anak lembaga penelitian dan pengabdian Masyarakat (LPPM) IAIDA membuat rangkaian sosialisasi tentang “inclusive parenting” kepada ibu-ibu anggota pengurus anak cabang Fatayat Tegalsari dan ibu-ibu guru Taman Pendidikan Al Qur’an Darussalam. Sosialisasi ini bertujuan  untuk memberikan informasi terkait toleransi, mengenalkan konsep pola pengasuhan inklusif (inclusive parenting), dan membangun hubungan yang baik dalam konteks keberagaman. Harapannya melalui sosialisasi ini, peserta akan mempunyai gambaran tentang pola pengasuhan dan pengajaran dalam konteks keragaman.
Sosialisasi ini diawali dan diakhiri dengan pemberian kuesioner dengan pertanyaan yang sama untuk melihat pemahaman dengan peserta terkait dengan toleransi. Sesi selanjutnya adalah diskusi kelompok dengan tema keberagaman yang sering terjadi dilingkungan masyarakat sekitar, contohnya adalah tentang perbedaan warna kulit, perbedaan agama, dan perbedaan jenis kelamin. Setelah peserta diskusi, mereka diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Selanjutnya adalah inti dari sosialisasi yakni pemberian materi tentang penanaman nilai-nilai toleransi pada anak dalam konsep keberagaman.

Para peserta sangat antusias dengan materi yang disajikan hingga sesi tanya jawab melebar pada materi parenting secara umum, seperti bagaimana pola komunikasi yang baik dengan anak hingga bagaimana membuat anak bisa belajar dengan baik. Namun karena terbatasnya waktu, pemateri membatasi diskusi hanya pada seputar bagaimana toleransi diajarkan sedini mungkin dan diawali dari rumah. Semakin anak-anak terpapar dengan keberagaman sejak dini, semakin mudah anak-anak belajar toleransi, begitupun sebaliknya. Keberagaman bisa menjadi boomerang tersendiri bagi masyarakat jika lingkungan tidak bisa saling menghormati perbedaan.

Leave A Reply